Cerpen yang pernah dikirimkan_Maharani E.H
“Aku
Ingin Sekolah”
Setiap pagi sampai sore harinya, aku
hanya bisa mengais belas kasihan orang lain yang asing bagiku. Makanpun susah,
tidurpun beralas kardus- kardus kumal. Aku hidup sebatang kara, tanpa sanak-
saudara. Keluargaku sudah tenang dialam yang berbeda dari kepahitan pertiwi
yang aku alami sekarang. Kecelakaan itu telah mengambil semua kehidupanku yang
seharusnya terjamin dengan fasilitas terlengkap.
Apa
daya takdir telah terjadi, tepatnya 9 Mei 2012 pahlawanku telah dipanggilnya.
Tak hentinya, seorang wanita yang aku kagumi dan dihormati tidak dapat menerima
peristiwa yang merenggut nyawa ayahku, juga mengikuti jejak kepergian beliau.
Tangisan kepedihan batinku tak dapat terlupa sampai kapan pun. Ya,…. Perusahaan
hasil usaha jerih payah mereka, ludes tak tersisa. Ya! Gulung tikar!!!
Semua kemewahan rumah, mobil,
barang- barang peninggalan ortuku habis untuk membayar seribu orang pekerja
perusahaan mereka. Sekalung emas liontin 24 karat yang masih tergegam di tangan
kananku. Ingin aku marah padaNYA,.. Ingin aku cegah peristiwa tak terduga
itu,.. Ingin aku lontarkan kata- kata kasar kepada mereka yang tak bisa
membantu aku kelanjutan masa depanku,..
WUAHHH!!
KENAPA!! DAN KENAPA!!!..... Ayah,… Ibu,… Kenapa kalian meninggalkan Bowo
sendirian tak jelas…. Husgm’ husgm’ husgm.. (Ujar jeritan tangisku dalam hati
menguasai otak ini). Waktu tetap
berjalan,… Aku pun tersadar, hidup harus tetap ditempuh. OKE! AKU HARUS
BERUSAHA!! HARUS!! HARUSSSSS!!! Lekukan senyum pahit lebar aku tangguhkan.
Terpampang wajah manis orang- orang tercintaku, ada dibenakku.
Ya ampun,..?!! Sudah larut malam
nih! Perutku keroncongan,“ KRUCUKKK- KRUCUKK… ” (hehehe..). Beli nasi diwartek
ah,… Coba aku lihat, dapat berapa yahhhh??? Hemm,…. Lumayan bisa buat makan
sama telor, nasi dan daun singkong… “Ibu,… BU? Beli nasinyaa,…” Eh, Bowo? Iya,
sudah pulang ya?? “Iya, Bu.. Sudah…” Mau pakai lauk apa nih? (Sambil tersenyum,
mataku memilah masakan telor).
“Mau ini, sama daun singkongnya juga kuahnya
banyakin, Bu..” Ayamnya, Wo? “Enggak, Bu.. Buat ditabung angsuran masuk Sekolah
Menengah Pertama nanti.” Baiklah, kalau begitu nasi putih, telor pedas satu,
dan daun singkong plus kuahnya. Ya, ini Wo.. Semuanya jadi tujuh ribu rupiah
saja. “Ini Bu, uangnya yang tiga ribu recehan..” Hustt,.. Receh juga uang sah
kok? “Hehehe, bisa saja Ibu ini…” (Sambil memberikan uang koin).
Ya,
pas.. “Kalau begitu terimakasih ya Bu..” Ya, selamat istirahat ya Wo.. “Ok!”
balasku mengdipkan mata. Lalu dengan ceria, aku bawa bungkusan nasi menuju
tempat beratap seng bertiang bambu, diselimuti spanduk- spanduk tak terpakai.
Akhirnya,… Sampai juga. “Wahai nasi telor?? Kau siap aku santap!” Eits,… Jangan
lupa sebelum makan. Kataku dengan semangat sesudah cuci tangan dengan air minum
sedikit tadi.
Berdoa,
mulai! Berdoa, selesai! Kedua mata dan tanganku, membuka dengan cepat bungkusan
kertas minyak didepan hadapanku. Bersila alas kardus, tak membuatku berkecil
hati dan lupa diri siapa yang memberikan makan malamku. Puji Tuhan,… nikmatnya
telor dan daun singkong ini,… Nyam, nyam, nyam…. Minum dulu ah,.. Hem, masih
setengah botol. Eh, aku masih punya stock air putih gelas satu, deh?
Nyam, nyam, nyam… Dengan lahapnya
mulutku menghabiskan nasi tersebut. Wah, kenyang… Ini bungkusan bekasnya,
dimasukkan plastik besok aku buang di tempat sampah yang ada dekat jalan. Ok,
siap! Kau ku letakkan di luar dulu ya sayangku. Nah, sekarang waktunya menghitung
uang tambahan simpanan kaleng susu. Hari ini pendapatanku ada tiga puluh ribu,
tadi sudah ada belikan nasi bungkus tujuh ribu.
Yap, totalnya tiga puluh tujuh ribu rupiah.
Syukurlah,… Sekarang waktunya tidur, besok pagi kerja jual koran Pak Udin.
Pejamkan mata berdoa sebelum tidur, tak lupa berdoa untuk kedua orang tuaku
disana. Krok, fuhh,…Krokk’,… Fuhhhh,…. (Suara lelah, dia lukiskan setiap
malamnya). Esok harinya, mentaripun terbit membias menerobos spanduk- spanduk
anak berusia 12 tahun itu. Wah, rupanya sudah terang ya..
Akupun
terbangun dan bergegas kearah WC umum yang ada didalam pasar. Sekitar 5 menit
aku berjalan tegesa- gesa, sampailah di pasar. “Bang, kamar mandinya penuh?”
Enggak, dek! Tuh, ada satu kamar mandi kosong diujung. “Oke, Bang!” Lalu
diruangan kotak 2x2 meter bercat putih aku masuki. Byurrr… Byurr,….
Byurrr,…. “Seger Bang,…” Ujarnya keluar ruangan
seusai mandi, dengan berbalut kaos putih lusuh kekuningan anak kecil itu
membayar sejulah tiga ribu rupiah kepada penjaga WC umum pasar.
Tuk, tuk, tuk,.. Pagi Pak Udin… Eh, Wo? Kamu
rupanya.. Gasik amat Wo? “Ah, … Bapak! Sudah jam setegah tujuh kok dikatakan
gasik.” Hahaha,… Kamu ini Wo, bisa saja….
Sambil tersenyum aku bertanya, “Oh iya Pak? Hari ini ada info hot
terbaru apa?” Oh, ya.. Ya.. Ada! Lomba cerdas cermat umum yang diwartakan di
Koran Anura Cemerlang. Kamu ikut saja Wo? “Cara pendaftarannya coba Pak saya
lihat?” Ya, ini coba kamu baca dengan cermat.
Lomba cerdas cermat umum
seJabodetabek 2013, dengan kriteria usia 11-13 tahun. Bagi yang berminat,
sihlakan isi kelengkapan formulir pendaftaran beserta jawaban pertanyaan dari
soal esay dibawah ini. Pengiriman fomulir ditutup 28 Maret 2013. Free!! Kirimkan
dalam bentuk amplop, ke alamat PO BOX 10000 Anura Cemerlang, Jakarta Pusat.
Bagi yang beruntung, akan diumumkan di Koran Anura Cemerlang tanggal 29 Maret
2013.
Wah,
seru! Teriak Bowo dengan histeris menyambut peluang emas ini. Pak Udin terkaget
atas teriakan sang anak kecil berkulit sawo matang tersebut. Ckckck,.. Kepala
Pak tua itu lalu menorah- norehkan ke kanan dan ke kiri sebanyak tiga kali. Ya, sudah,… Sana berangkat jual koran dulu, kalau
nanti bisa kesiangan pembeli malas baca berita basi. “Siap, laksanakan
Komandan!” Balas Bowo dengan semangatnya.
Koran-
Koran,… Berita terpanas dari KPK terkini.. Koran- Koran,.. Teriak Bowo, dengan
nada professional dewasa sang penjual Koran yang sedang menawarkan kepada
pengendara- pengendara beroda empat, dan dua.
Selama dua jam setengah, Koran ditangan Bowo terjual tak tersisa. Hasil
penjualan, dia setorkan kepada Pak Udin bos agen koran Gang Sullai. Wah, Wo..
Kamu pandai berjualan koran juga ya?
Jam
segini sudah pulang? (Heran Pak tua). “Pak,
bukan saya pandai menjual tetapi faktor berita KPK banyak dicari orang Pak yang membuat koran laku.” Hem, kamu
rendah hati sekali nak! Bowo tersenyum lunglai. Hasil penjualan kamu totalnya
tujuh puluh sembilan ribu, dua puluh ribu bonusnya tujuh ribu dari saya
pribadi. “Lhoo, Pak???” Ini untuk biaya kirim pos cerdas cermatmu, nak.
“Terimakasih Pak,.. Bapak sudah saya anggap ayah sendiri.”
Tersenyum bahagia, dan memeluk tubuh
seorang bapak tua tadi. Bowopun meneteskan air mata terharunya atas syukur
nikmatnya yang diberikan Tuhan kepadanya. Ya, sudah kamu lapar enggak? Kalau
lapar tolong jangan sungkan makan dirumah bapak. Kamu sudah menganggap bapak,
ya harus buktikan menjadi anak dan juga lebih baik kamu tinggallah serumah
dengan bapak. Akhirnya, Bowo berkeputusan tetap berjuang sendiri atas hidup
pahitnya.
Mohon, maaf Pak.. Saya
tetap mengasihi bapak seperti layaknya orang tua saya sendiri. Tetapi saya
ingin membuktikan saya mampu berjuang meraih cita- cita masa depan saya sendiri
walaupun dengan hitam dunia. Karena saya ingin menunjukkan kepada orang tua
saya, bahwa Bowo mampu berdiri meraih kesuksesan dari nol. Baiklah, nak.. Jika
itu sudah menjadi keputusan komitmen dirimu. Jika butuh bantuan, pintu rumah
ini selalu terbuka untukmu.
Langkah kaki meninggalkan jejak
dirumah biru, setapak demi setapak Bowo menelusuri pinggiran jalan keramaian
kota untuk kembali pulang ke gubuk deritanya. Siang ini, Bowo sengaja membuang
waktu hanya berfokus pada pengisian formulir cerdas cermat dan berusaha
menjawab secara detail pertanyaan soal esay persyaratan. Profesi penjual koran
membawa kemujuran wawasan luas yang bermanfaat baginya.
“Ini,..
Oh, iya begini..” Katanya selama tiga puluh menit dengan penuh ceria. Soal-
soal dia isi dengan mudah dan teliti. Nah, selesai semua!! Sekarang aku harus
mengirimkan amplop ke kantor pos. Semoga Tuhan memberkatiku, amin. Tujuh menit
dari gubuk kantor pos dia tempuh. “Siang mbak,.. Saya mau nge-pos amplop
surat..” Iya, mari dek bisa saya bantu? Alamatnya.....? “ Itu mbak yang ada
dibelakang..”
Baik,
ini saya sudah ketikan dan waktu penerimaan satu hari dengan tarif Rp 7.000,00
area Jabodetabek. Ini mbak uangnya, terimakasih. Setelah dari kantor pos, aku
langsung bekerja mengamen lagi di traffic light seperti biasanya hingga malam.
Hari terus berganti, tiba saat pengechekan namaku, masuk atau tidaknya
panggilan lomba. “Ehm? Bowo Pertama Jaya? Hah? Aku masuk panggilan kedua daftar
urutan 3 inti! HORE…. HOREE,….
Aku
berlari menuju ke rumah bapakku. “Pak,…
Pak,… Bowo masuk panggilan Pak!!!” Hah, yang benar, Wo?!! Iya, Pak jam tiga
sore ini Bowo diminta hadir di MM Creative TV. Ya, sudah kalau begitu ayo lekas
berangkat kesana, kamu pakai peninggalan baju cucu bapak saja. Ayo, cepat nak!!
Siap Pak! Baju kemeja putih berwajah cerah, dengan mengenakan celana jeans
hitam Bowopun dengan semangat berjuang menaiki motor pak tua. Pegangan ya, nak?
Helmnya dikencengin talinya.. “Iya, Pak..” Ayuk jalan,… Diperjalanan terjadi
kemacetan, tetapi Pak Udin berusaha payah untuk sampai ditempat tanpa
terlambat. Wo? “ Ya, pak?” Kamu siap dengan materinya? “ Ya, pak saya harus
siap walaupun hanya dengan pengetahuan koran.
Heh, kamu tidak boleh berkecil hati
walaupun ilmu yang kamu peroleh dari koran- koran. Kalau tidak ada koran,
majalah, dunia juga sepi! Jadi jangan pantang menyerah kejar pendidikanmu
setinggi- tingginya langit. OKE, WO? “Iya, pak.. Bowo selalu ingat pesan
bapak.” Iya, cah bagus.. Oke, ayo jalan lagi. Ini sudah akan sampai di MM
Creative TV. Nah, nak? Didepan gedungnya..
Kita
parkir motor bapak dulu, baru ke lantai 7 seperti yang dituliskan di
koran.“Iya, ayo pak!” Ok, motor sudah bapak kunci, lift-nya disana. Ting-tong!
Pintu lift terbuka, didepan pintu masuk studio 7 sudah disambut dua orang crue. Permisi, mohon
perlihatkan identitas diri. Yang aku punya hanyalah kalung. Pak Udin
menjelaskan kepada kedua crue penjaga, dimulai dari peristiwa kecelakaan
pesawat yang menimpa ayahku.
Ok, nak! Sihlakan masuk, kami percaya
dengan bapak. Terimakasih, butiran air mataku menetes dipipi. Aku lalu dituntun
ke podium B, dan didepanku sekarang sudah terpampang wajah- wajah penonton dan
MC artis cantik Indonesia. Sebelah kanan
podium A ditempati anak bernama Melly, dan sebelah kiriku podium C ditempati
anak bernama Ibrahim. Semuanya didukung penuh oleh teriakan mami-papi mereka.
Sedangkan
aku? Aku tetap bersyukur diberi dukungan oleh Pak Udin dan ortu diatas sana. Oke,
pertanyaan dimulai! Siap? Ya,.. Siapakah Presiden pertama kita? “Tett! Ir.
Soekarno.” YA, benar… Tet,.. tet,.. tet,.. Ting-,.. Tong,… Tong,… Ya, kita
semua sudah melihat penilaian jawaban tercepat tadi, dan hasilnya podium A
mendapatkan score 190, podium B dengan score 270, podium C score perolehan 240.
Kesimpulannya, Bowo pemenang beasiswa pendidikan SMP yang akan ditanggung
sepenuhnya selama Bapak Gubenur DKI Jakarta sampai tingkat perguruan tinggi.
Yei!! Selamat Bowo Pertama Jaya, namamu nak
memang doa harapan terbesar kedua orang tuamu. Aku lalu lari menghampiri kursi
pak Udin dan memeluk erat disertai tangis syukurku.